PALU, FILESULAWESI.COM – status Bandara Mutiara SIS Al-Jufri Palu kini resmi naik kelas menjadi Bandara Internasional penuh.
BACA JUGA: Hasilkan Ratusan Ton, Kelompok Tani Kelapa Gading KJST Sulteng Perdana Panen Raya Jagung di Sigi
Keputusan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 37 dan KM 38 Tahun 2025, yang menetapkan peningkatan status bandara kebanggaan masyarakat Sulteng ini.
Berdasarkan Keputusan tersebut, Kepala Bandara Mutiara Sis Al-Jufri Palu, Prasetiyohadi, optimistis bandara yang dipimpinnya bisa beroperasi sebagai bandara internasional.
BACA JUGA: Wagub dr Reny Lamadjido Ajak Warga Bersatu Bangun Donggala di HUT ke-73
Keyakinan itu muncul setelah beredar surat Kementerian Perhubungan RI yang menetapkan 36 bandara di Indonesia, termasuk Bandara Mutiara Sis Al-Jufri.
Meski demikian, Prasetiyo menegaskan pihaknya masih menunggu rilis resmi dari Kementerian Perhubungan.
“Saya tegaskan ini bukan press release karena kami pihak bandara masih menunggu dari Kementerian Perhubungan,” ujarnya kepada sejumlah awak media, Senin (11/8/2025).
Ia menyebut penetapan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 37 Tahun 2025.
Bandara Mutiara Sis Al-Jufri diberi waktu enam bulan untuk melengkapi persyaratan.
Antaranya surat pertimbangan dari Menteri Pertahanan, rekomendasi penempatan personel dari kementerian terkait kepabeanan, keimigrasian, dan kekarantinaan.
Menurutnya, dukungan pemerintah daerah sangat penting untuk menciptakan iklim penerbangan dan investasi yang menunjang aktivitas penumpang, ekspor, dan impor.
“Kalau sudah ada keputusan lanjutan, kami akan menyesuaikan terminal kedatangan dan keberangkatan dengan standar internasional,” katanya.
Prasetiyo mengungkapkan, untuk rute internasional seperti China, sejumlah maskapai saat ini sudah memiliki pesawat yang mampu melayani jalur tersebut.
Namun, untuk penerbangan jarak jauh seperti umrah dan haji ke Arab Saudi, masih diperlukan perpanjangan landasan pacu ujarnya.
Keputusan pembukaan rute internasional, lanjutnya, juga memerlukan kerja sama bilateral yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi.(***)