DPRD Sulteng: Berani Hadapi Tambang, Tapi Takut Sentuh Mafia Tanah!

Ketua Tim Advokat, Vebry Tri Haryadi
Ketua Tim Advokat, Vebry Tri Haryadi. FOTO: IST

PALU, FILESULAWESI.COM – Komisi III DPRD Sulawesi Tengah (Sulteng) baru saja tampil garang. Lewat Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Gedung B, Kamis (11/9/2025).

BACA JUGA: Tampung Aspirasi Warga, Reses Waket II DPRD Sulteng di Desa Tofuti Morowali

Bacaan Lainnya

Mereka merekomendasikan penghentian sementara aktivitas pertambangan PT Afif Lintas Jaya dan PT Mulia Pacific Resources (MPR). Sekilas, DPRD tampak sedang membela kepentingan rakyat.

BACA JUGA: Pengurus KORMI Kota Palu Periode 2025-2029 Resmi Dilantik Hari Ini

Namun Ketua Tim Advokat, Vebry Tri Haryadi, justru mengingatkan bahwa publik jangan terlalu cepat bertepuk tangan. Sebab, kasus dugaan mafia tanah yang dilaporkan sejak Desember 2024 lalu hingga kini justru diperlakukan bagai “anak tiri” oleh DPRD.

“Kami sudah berulang kali meminta RDP terkait dugaan mafia tanah di Kabupaten Morowali Utara. Bahkan pada 5 Mei 2025, Komisi I DPRD Sulteng sudah memanggil kami bersama ahli waris rumpun keluarga Keru Powalanga, Riedelson Tobigo. Tapi, hasilnya nihil. Hingga kini tidak ada tindak lanjut apa-apa. Rakyat dipanggil hanya untuk didengar, lalu ditinggalkan,” tegas Vebry.

Menurutnya, dugaan praktik mafia tanah di Olonsawa, Kelurahan Bahontula, Kecamatan Petasia, begitu terang benderang. Perusahaan tambang disebut berkolaborasi dengan lurah dan sejumlah oknum pejabat kecamatan untuk menguasai tanah warga. Namun ironisnya, DPRD Sulteng memilih bungkam, padahal itu menyangkut hak hidup rakyat kecil.

“Kalau tambang, mereka sigap. Kalau tanah rakyat dirampas, DPRD seolah tuli. Jadi siapa sebenarnya yang mereka wakili—rakyat atau kepentingan tertentu?” sindirnya tajam.

Dalam perjuangan ini, Vebry tidak sendirian. Ia memimpin tim kuasa hukum yang terdiri dari advokat-advokat lintas generasi: Moh. Fadly, SH, MH, Victor H. G. Kuhu, SH, C.MSP, Setyadi, SH, C.MSP, Dian R. A. Palar, SH, MH, Rivkiyadi, SH dan Vifka Masani, SH, MH

Mereka sudah duduk bersama dalam forum resmi DPRD, menyodorkan data, menguraikan dugaan pelanggaran, hingga menunjuk nama-nama oknum. Tapi semua terhenti di ruang rapat—tanpa keberanian politik untuk melangkah lebih jauh.

Kini, publik mulai melihat wajah asli DPRD Sulteng: tajam bila isu tambang disorot publik, tapi tumpul saat mafia tanah menggerogoti hak rakyat kecil.

“Kalau DPRD hanya pandai bikin rapat tanpa keberanian mengambil sikap, maka rakyat tidak butuh lagi wakil semacam itu. Lebih baik jujur saja: katakan bahwa kalian takut, atau mungkin ada yang kalian lindungi,” pungkas Vebry dengan nada getir.(***)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *