PALU, FILESULAWESI.COM – Masyarakat lingkar tambang emas Poboya kembali menggelar aksi demonstrasi di kantor PT Citra Palu Minerals (CPM), Kota Palu, Senin, 15 Desember 2025.
BACA JUGA: Tabligh Akbar Zikir dan Doa Bersama Meriahkan Puncak HUT ke-13 Kabupaten Balut
Ratusan massa menuntut kepastian atas ultimatum tujuh hari yang sebelumnya diberikan kepada perusahaan, terkait permintaan penciutan lahan konsesi CPM agar sebagian wilayah tersebut ditetapkan sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).
BACA JUGA: Sulteng Perkuat Sinergi Hadapi Ancaman Hidrometeorologi Akhir Tahun
Aksi dimulai sekitar pukul 14.30 WITA. Massa berkumpul di pertigaan Masjid Poboya sebelum menyampaikan orasi singkat. Setelah itu, mereka bergerak bersama menuju kantor PT CPM yang berjarak sekitar lima kilometer dari titik kumpul.
Sepanjang perjalanan, peserta aksi terus menyuarakan tuntutan agar perusahaan segera mengambil langkah konkret sesuai permintaan masyarakat lingkar tambang.
Setibanya di depan kantor CPM, sejumlah orator bergantian menyampaikan orasi. Kusnadi Paputungan yang bertindak sebagai koordinator lapangan menegaskan bahwa aksi kali ini bukan lagi bertujuan membuka ruang dialog. Menurutnya, masyarakat hanya meminta satu hal, yakni kepastian sikap perusahaan terhadap tuntutan penciutan lahan.
“Hari ini kami datang bukan lagi untuk bernegosiasi, tapi meminta kepastian penciutan lahan. Jawabannya iya atau tidak. Apakah CPM mau mengajukan penciutan lahan konsesi ke Kementerian ESDM atau tidak,” kata Kusnadi di hadapan massa.
Ia menyampaikan bahwa masyarakat lingkar tambang merasa telah terlalu lama menunggu tanpa kejelasan. Berbagai tuntutan yang disampaikan sebelumnya dinilai tidak mendapatkan respons yang memadai dari pihak perusahaan. Karena itu, warga meminta CPM bersikap terbuka dan serius dalam menanggapi desakan mereka.
Kusnadi juga menyerukan agar perusahaan benar-benar mendengarkan aspirasi masyarakat. Ia menilai, berbagai pertemuan dan komunikasi yang telah dilakukan selama ini belum menghasilkan keputusan yang berpihak pada warga di sekitar wilayah tambang.
“Jangan masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri. Kami sudah bosan bernegosiasi. Hari ini kami akan buat perhitungan. Kalau diblokade hari ini masuk ke kantor CPM, maka blokade kami minta jangan dibuka-buka. Supaya sama-sama kita tidak punya akses keluar masuk,” tegasnya.
Dalam orasinya, Kusnadi melontarkan kritik keras terhadap sikap CPM yang dinilainya tidak menunjukkan empati kepada masyarakat lingkar tambang. Ia bahkan menyebut perusahaan tersebut tidak memiliki hati nurani dalam menjalankan aktivitas pertambangan.
“CPM ini sudah seperti model kompeny gaya baru,” ujarnya, yang langsung disambut sorakan peserta aksi.
Orator lainnya, Agus Walahi, menyampaikan pandangan senada. Ia menegaskan bahwa CPM bukan pemilik kedaulatan secara penuh atas wilayah tambang Poboya.
Menurutnya, keberadaan perusahaan seharusnya berjalan seiring dengan kepentingan masyarakat setempat yang telah lama menggantungkan hidup di wilayah tersebut.
Agus menyebut bahwa prinsip berbisnis seharusnya mengedepankan keadilan dan berbagi manfaat, bukan justru menyingkirkan masyarakat dari ruang hidupnya. Ia menilai apa yang dilakukan CPM selama ini lebih menyerupai perampasan ruang ekonomi warga.
“Berbisnis itu harus berbagi, bukan merampas seperti yang CPM lakukan. Wilayah Parigi sudah diterbitkan WPR, kenapa di sini tidak bisa,” ujarnya dengan nada kesal.
Aksi demonstrasi terus berlangsung hingga sore hari. Ketidakhadiran satu pun perwakilan PT CPM untuk menemui massa membuat situasi di lapangan memanas.
Sebagai bentuk kekecewaan, massa aksi kemudian melakukan pemblokiran jalan menuju lokasi pertambangan yang menjadi akses utama pengambilan material tambang oleh PT CPM.
Pemblokiran tersebut menghentikan aktivitas keluar masuk kendaraan menuju area tambang. Massa menyatakan, tindakan itu akan terus dilakukan hingga ada kejelasan dan respons langsung dari pihak perusahaan terkait tuntutan penciutan lahan konsesi.
Sejumlah tokoh masyarakat dan adat turut memberikan orasi untuk menyemangati peserta aksi. Mereka di antaranya Ketua Adat rumpun Da’a Inde, Irianto Mantiri, Tezar Abdul Gani, dan Amir Sidik.
Para orator menekankan pentingnya pengakuan hak masyarakat lingkar tambang serta keadilan dalam pengelolaan sumber daya alam di Poboya.
Setelah berorasi di depan kantor CPM sekitar dua jam tanpa ada pihak perusahaan yang keluar menemui massa, peserta aksi bergerak ke arah utara.
Mereka memblokade jalan akses menuju kantor dan pabrik CPM. Menurut warga, jalan yang diblokade merupakan lahan leluhur yang selama ini dipinjamkan kepada perusahaan untuk dilintasi.
“Karena CPM tidak punya hati nurani, maka kami ambil tindakan ini,” ujar seorang warga sambil memblokade jalan menggunakan kayu dan ban bekas.
Massa juga menyatakan akan mendirikan tenda di jalan-jalan akses CPM sebagai bentuk protes lanjutan. Mereka menilai perjuangan yang dilakukan sudah cukup panjang, namun belum membuahkan hasil. Warga merasa seperti kehilangan ruang hidup di tanah sendiri.
“Dulu kita dijajah 350 tahun oleh imperialisme, tapi tidak diperlakukan seperti ini. Ini CPM sangat keterlaluan,” kata Tezar Abdul Gani dalam orasinya.
Sofyan Aswin turut menyampaikan pernyataan keras. Ia meminta CPM tidak mempermainkan masyarakat lingkar tambang dan segera memberikan kepastian terkait penciutan lahan konsesi.
“Kita akan melakukan rapat besar malam ini. Kita akan tentukan sikap. Demi tanah leluhur, saya siap mewakafkan diri dalam perjuangan ini,” tegas Sofyan.
Para tokoh adat menilai bahwa penetapan WPR dapat menjadi jalan keluar untuk meredam konflik berkepanjangan antara masyarakat dan perusahaan.
Dengan adanya WPR, masyarakat diharapkan dapat melakukan aktivitas pertambangan secara legal dan terkontrol, sekaligus meningkatkan kesejahteraan warga setempat.
Hingga berita ini diturunkan, aksi demonstrasi dan pemblokiran jalan masih terus berlangsung. Massa tetap bertahan di depan kantor CPM serta di akses jalan menuju area pertambangan.
Tidak adanya perwakilan PT CPM yang menemui massa menambah kekecewaan peserta aksi, yang menilai perusahaan tidak menghargai aspirasi masyarakat.
Masyarakat lingkar tambang Poboya menegaskan akan terus melakukan aksi lanjutan apabila tuntutan mereka tidak segera ditindaklanjuti.
Mereka berharap pemerintah, khususnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dapat turun tangan memfasilitasi penyelesaian persoalan penciutan lahan konsesi dan penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat di Poboya.(***)






