Komnas HAM Sulteng Desak Kepolisian BERANTAS PETI di Parigi Moutong

Lokasi ilegal di Parigi Moutong. FOTO: IST

PALU, FILESULAWESI.COM – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Perwakilan Sulawesi Tengah menyampaikan belasungkawa mendalam atas tragedi longsor di lokasi eks Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) Nasalane, Parigi Moutong, yang merenggut nyawa dua orang penambang. Kejadian ini menjadi alarm keras bahwa aktivitas tambang ilegal di wilayah tersebut telah mencapai tahap yang sangat membahayakan nyawa manusia.

BACA JUGA: Dipenghujung Akhir Tahun, Kemenag Kota Palu Gelar Doa Lintas Agama Terbuka untuk Masyarakat

Bacaan Lainnya
Komnas HAM Sulteng

Kepala Komnas HAM Perwakilan Sulawesi Tengah, Livand Breemer, menegaskan bahwa peristiwa “Moutong Berduka” ini tidak boleh dianggap sebagai kecelakaan biasa. Ini adalah dampak nyata dari lemahnya penegakan hukum dan pengawasan terhadap aktivitas PETI yang terus dibiarkan beroperasi tanpa standar keselamatan.

BACA JUGA: Perayaan Natal dan Tahun Baru, Kapolresta Palu: Kebersamaan adalah Kunci Keamanan

Kegagalan Pelindungan Hak Atas Hidup

Komnas HAM Sulteng menyoroti beberapa poin krusial terkait tragedi Nasalane:

  1. Pembiaran Berujung Maut: Berulangnya kejadian maut di lokasi PETI menunjukkan adanya pembiaran yang sistematis. Negara, melalui aparat penegak hukum, memiliki kewajiban untuk melindungi Hak Atas Hidup (Pasal 28A UUD 1945) setiap warga negara dengan menutup aktivitas yang jelas-jelas mengancam keselamatan jiwa.
  2. Lemahnya Penegakan Hukum: Aktivitas di eks PETI Nasalane yang masih menelan korban menunjukkan bahwa tindakan penertiban selama ini mungkin hanya bersifat seremonial atau tidak menyentuh akar masalah serta aktor-aktor utama di balik tambang ilegal tersebut.
  3. Dampak Lingkungan yang Mematikan: Longsor adalah konsekuensi logis dari kerusakan struktur tanah akibat pengerukan ilegal yang masif. Tanpa adanya reklamasi dan penutupan lubang tambang yang benar, lokasi-lokasi ini akan terus menjadi “lubang kematian” bagi warga.

Desakan Komnas HAM kepada Pihak Kepolisian

Merespons tragedi ini, Komnas HAM Perwakilan Sulawesi Tengah mendesak keras pihak kepolisian, khususnya Polres Parigi Moutong dan Polda Sulawesi Tengah, untuk:

  1. Seriusi Penanganan Kasus PETI: Kepolisian diminta tidak lagi sekadar melakukan imbauan, tetapi melakukan tindakan hukum yang nyata, tegas, dan berkelanjutan terhadap seluruh aktivitas PETI di Parigi Moutong tanpa pandang bulu.
  2. Sasar Aktor Intelektual dan Pemodal: Komnas HAM mendesak agar penyelidikan tidak hanya berhenti pada para penambang di lapangan yang menjadi korban, tetapi mengejar para pemodal dan aktor intelektual yang memfasilitasi aktivitas ilegal ini.
  3. Amankan Lokasi Eks PETI: Segera melakukan sterilisasi dan pengamanan ketat di lokasi eks PETI Nasalane dan titik-titik rawan lainnya untuk memastikan tidak ada lagi warga yang masuk dan beraktivitas di zona bahaya tersebut.
  4. Audit Kinerja Penegakan Hukum: Komnas HAM mendorong adanya evaluasi internal di kepolisian terkait sejauh mana efektivitas pengawasan di wilayah Parimo, sehingga aktivitas tambang ilegal masih bisa menelan korban jiwa secara berulang.

“Nyawa warga negara adalah harga tertinggi. Kami mendesak Kepolisian untuk menunjukkan keseriusannya. Jangan biarkan Parigi Moutong terus berduka hanya karena ketidaktegasan dalam memberantas mafia tambang ilegal. Setiap pembiaran yang dilakukan adalah bentuk pelanggaran HAM oleh negara melalui kelalaian (omission),” tegas Livand Breemer.(***)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *