PALU, FILESULAWESI.COM – Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kota Palu, Susik, meminta kepada pihak pengacara pelapor yakni Vebry Tri Haryadi dan Febri Dwi Tjahjadi, mewakili pihak pelapor, yang merupakan penerima kuasa berinisial SH, IM, dan WY, agar mengkroscek atau melakukan klarifikasi terlebih dahulu ke Dinsos terkait dengan duduk masalahnya.
BACA JUGA: Mantan Anggota DPRD Kota Palu Dilapor Ke Polda Sulteng Diduga Gelapkan Bantuan Masyarakat
“Kalau masyarakat mau mengadukan itu secara prosedur di PP Nomor 12 tahun 2012, itu sah-sah saja. Ke Jaksa, ke Tipikor, ke Polda, kemana, itu sah-sah saja, silahkan. Tetapi kalau ada lembaga yang menaungi dalam hal ini pengacara atau kuasa hukum, paling tidak klarifikasilah terlebih dahulu ke saya selaku pejabat tinggi di Dinas Sosial Kota Palu,” urai Susik kepada FileSulawesi.com, Sabtu (9/11/2024) pagi.
“Saya juga sangat sesalkan salah satu perkataan pengacara tersebut yang menyampaikan ada keterlibatan pejabat di Dinsos tanpa menggunakan kata dugaan keterlibatan. Apalagi dengan menyebut ada oknum pejabat,” katanya menambahkan.
Menurutnya, bahwa Pokok-Pokok Pikiran ini telah dibahas melalui APBN dan APBD Kota palu, sudah jelas peruntukkannya untuk masing-masing konstituen dari Anggota DPRD Kota Palu.
Dalam proses pengajuan proposal bantuan di Dinas Sosial yang disahkan pada tahun 2024, memang ada salah satunya dari Anggota DPRD Kota Palu berinisial M.
“Dalam proses administrasi, pergantian proposal itu ada kewenangan di pemilik Pokir. Jadi, kami di dinas hanya menerima proposal lengkap dengan beberapa persyaratan. Setelah ada proposal, ada anggaran barang dan jasa, setelah itu kami serahkan ke yang mengajukan proposal,” kata Susik.
“Masalah nanti mengganti ada kewenangan di konstituen bukan di dinas sosial. Di dinas tidak ada ganti mengganti nama penerima tadi. Masalah siapa penerima, jadi jangan menambah informasi, membentuk opini yang tidak baik di masyarakat. Bukti semuanya ada kita dokumentasi, jelas penerima sesuai dengan pengajuan yang ada di proposal. Jadi, disitu ada tandatangan penerima dan tanggung jawab mutlak untuk tidak dipindahtangankan, ini selalu saya buat. Karena ini berkaitan dengan bansos yang ada di masyarakat,” katanya lagi.
Olehnya, ia meminta kepada pelapor yang memiliki legal hukum kelembagaan untuk taat terhadap proses hukum yang telah diatur. Tidak boleh langsung melapor ke Polda, atau ke Polres, itu yang harus dipahami oleh kepala Lembaga.
“Saya berharap, pengacara tersebut bisa berkomunikasi yang baik dengan kita. Jangan membuat statement diluar yang tidak jelas dan tanpa dasar yang ada. Kalau memang yang disangkakan inisial M, jangan libatkan Dinas Sosial. Karena tugas kami sudah selesai ketika kami serahkan ada dokumentasi, dan ada buat pernyatan dan ini kita anggap sudah selesai,” pungkasnya.
Diketahui, dalam pemberitaan di sejumlah media lokal, Pengacara ternama di kota Palu yakni Vebry Tri Haryadi dan Febri Dwi Tjahjadi, melaporkan mantan Anggota DPRD Kota Palu inisial M ke Polda Sulteng, atas dugaan korupsi menggelapkan bantuan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
Vebry Tri Haryadi dan Febri Dwi Tjahjadi dua pengacara mewakili pihak pelapor, yang merupakan penerima kuasa berinisial SH, IM, dan WY.
Diketahui, pelaporan ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus No. 08/HP-SK/X-24 tertanggal 29 Oktober 2024.
Terlapor berinisial M, saat ini menjabat sebagai pejabat publik dengan menduduki jabatan sebagai Anggota DPRD Sulawesi Tengah dan sebelumnya pernah menjabat sebagai Anggota DPRD Kota Palu.
“Kami melaporkan M karena terdapat dugaan kuat bahwa bantuan UMKM yang seharusnya disalurkan kepada masyarakat justru dikuasai secara ilegal oleh terlapor. Ini merupakan pelanggaran hukum yang jelas merugikan masyarakat kecil,” ungkap Vebry.
Menurutnya, bahwa terlapor hari ini diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi, penipuan, dan penggelapan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 dan Pasal 372 KUHP.
Selain inisial M, ada beberapa oknum pejabat dari Dinas Sosial Kota Palu yang ikut dilaporkan di Polda Sulteng.
Dikatakan Vebry, laporan ini mencakup berbagai dugaan penyalahgunaan bantuan sosial yang ditujukan untuk Kelompok Usaha Bersama (KUBE) di Kota Palu pada tahun 2023 dan 2024.
Bantuan ini bersumber dari anggaran Pokok-pokok Pikiran (Pokir) DPRD Kota Palu melalui dana APBD.
Berikut beberapa kejadian yang diungkap dalam laporan:
1.Penguasaan Ilegal Bantuan Tenda dan Kursi (2023) Klien berinisial WY menerima bantuan berupa tenda dan kursi dari Dinas Sosial Kota Palu pada tahun 2023.
Namun, barang bantuan tersebut diambil secara paksa oleh terlapor inisial M melalui orang suruhannya dan hingga kini masih dikuasai oleh terlapor.
2. Manipulasi Penerima Alat Musik (2024)
Pada tahun 2024, klien berinisial SY diminta menandatangani berita acara penerimaan bantuan alat musik yang seharusnya diberikan kepada kelompok Maranatha.
Namun, setelah penandatanganan, alat musik tersebut diambil alih oleh inisial M.
3. Penggantian Penerima Bantuan KUBE Secara Ilegal Klien berinisial IP melaporkan bahwa kelompok penerima bantuan pada tahun 2023 dan 2024 diganti secara tidak sah oleh inisial M bekerja sama dengan oknum di Dinsos Palu.
4. Penguasaan Mesin Press Batako (2023)
Klien berinisial RS yang menerima bantuan mesin press batako melaporkan bahwa mesin tersebut diambil secara paksa oleh inisial M dan kini berada dalam penguasaan terlapor.
5. Pengaturan Proposal Bantuan di Rumah Pribadi M, Informasi yang diterima menyebutkan bahwa proposal bantuan disusun di rumah pribadi M, di mana nama kelompok penerima tetap tercatat, namun orang-orang yang menerima bantuan diganti secara ilegal.
Vebry menegaskan, bahwa tindakan inisial M bersama oknum Dinsos Palu telah merugikan keuangan negara dan masyarakat penerima bantuan. Manipulasi data serta pengalihan bantuan dianggap sebagai perbuatan melawan hukum.
“Tindakan pejabat publik inisial M ini melanggar undang-undang dan jelas merugikan masyarakat kecil yang seharusnya menerima bantuan. Dana tersebut bersumber dari APBD Kota Palu dan seharusnya disalurkan tepat sasaran,” kata Vebry.
Menurut Vebry, tindakan ini melanggar Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Selain itu, terdapat indikasi tindak pidana penipuan dan penggelapan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 dan Pasal 372 KUHP.
Haryadi & Partners berharap Kapolda Sulawesi Tengah segera menindaklanjuti laporan ini dengan memanggil pihak-pihak terkait untuk dimintai keterangan.
Mereka juga meminta agar kasus ini diusut secara tuntas guna mengembalikan hak masyarakat yang telah dirugikan.
“Kami meminta Kapolda Sulawesi Tengah untuk segera memproses laporan ini. Tindakan terlapor jelas melanggar hukum, merugikan negara, dan mengambil secara paksa bantuan yang seharusnya diberikan kepada masyarakat kecil,” tegas Vebry.
Ia menegaskan, Haryadi & Partners, melaporkan dugaan korupsi ini tanpa ada unsur politik ataupun dorongan dari pihak tertentu.
“Kami hadir murni untuk membela masyarakat yang membutuhkan bantuan hukum,” pungkasnya.zal