PALU, FILESULAWESI.COM – Dr. Mardiman Sane, SH, MH, selaku Kuasa Hukum dari Pemohon Prinsipal Hendly Mangkali, menjelaskan ada lima ciri-ciri dari pembalikan demokrasi di Indonesia, termasuk dikhawatirkan ciri pembalikan demokrasi sudah mulai merambah dan masuk di Provinsi Sulawesi Tengah.
BACA JUGA; Penetapan Tersangka Hendly Mangkali Ditolak Hasil Putusan Praperadilan
Kelima ciri pembalikan demokrasi ia paparkan kepada sejumlah awak media, setelah mengetahui hasil putusan Praperadilan kasus Hendly Mangkali, ditolak statusnya sebagai tersangka oleh Ketua Hakim Tunggal, di Pengadilan Negeri Palu, Rabu (28/5/2025) pukul 11.45 siang kemarin.
Dr Mardiman Sane berpendapat bahwa kelima ciri-ciri pembalikan demokrasi itu adalah pelemahan institusi demokrasi. Misalnya, pengadilan tidak lagi independen, parlemen menjadi sekedar formalitas atau lembaga pengawasan dilemahkan.
BACA JUGA: Ada Dugaan Inprosedural Atas Proses Penyelidikan Kasus Hendly Mangkali
Kedua, pembatasan kebebasan sipil termasuk pembatasan kebebasan Pers. Kebebasan berpendapat, berkumpul atau berdemo. Ini pembalikan demokrasi, sementara cita-cita Negara itu ialah demokrasi, bahkan Pemilihan Kepala Daerah dipilih langsung oleh masyarakat.
Ketiga, manipulasi Pemilu. Kemudian keempat, peningkatan kekuasaan eksekutif termasuk dengan Bupati, Gubernur dan Presiden. Artinya, kekuasan para eksekutif ini mulai melampaui batas kewenangannya. Mulai menjadi raja-raja kecil, sehingga dalam kasus Hendly, kita tahu siapa pelapornya. Karena dia pejabat, mungkin dia merasa menjadi raja kecil dan mungkin saja dia bisa merasa membeli hukum (mungkin yah, saya tidak menuduh), karena menuduh tidak boleh, curiga boleh.
Selanjutnya, poin kelima dari ciri-ciri pembalikan demokrasi dan perlu teman-teman media untuk waspadai sebagai jurnalis ialah stigmatisasi dan kriminilasi, Oposisi. Oposisi artinya orang yang tidak sejalan dengan penguasa saat ini. Ini semua merupakan ciri pembalikan demokrasi.
“Saya ikut melakukan advokasi terhadap Hendly Mangkali, karena saya melihat bahwa ancaman terhadap kebebasan Pers di Sulawesi Tengah ini makin hari makin nyata,” ungkap Dr Mardiman Sane kepada Filesulawesi.com, di salah satu Warkop di Kota Palu, Kamis (29/5/2025) pagi.
“Mungkin banyak yang bilang saya terlalu jauh menganalisa, tetapi karena ini pendapat, maka saya tetap berpendapat terhadap gejala pembalikan demokrasi atau Democratic Backliding (kemunduran demokrasi). Yaitu proses ketika suatu Negara yang sebelumnya demokrasi tetapi mulai kehilangan ciri-ciri demokrasi secara bertahap,” katanya menambahkan.
Selanjutnya, Dr Mardiman Sane juga menguraikan sejumlah pertanyaan-pertanyaan yang menggugah rasa penasarannya atas kasus yang dialami oleh kliennya, Hendly Mangkali.
Pertanyaan ia lontarkan yakni mengapa si pelapor melaporkan kasus Hendly, lalu mengapa pula Siber memproses akan tetapi pidana asalnya belum terproses.
Kasus Hendly Mangkali, dalam teori pembuktian itu ada dua, seperti dua sisi mata uang menjadi satu. Ada positif Prapobandi dan Negatif Prapobandi. Positif Prapobandi, siapa yang mendalilkan dia membuktikan, betul. Akan tetapi ada juga yang namanya Negatif Prapobandi (pembuktian sebaliknya).
“Contoh saya dituduh oleh Hendly Mangkali mencuri. Jadi, Hendly harus membuktikan bahwa saya mencuri, beban pembuktian ada di Hendly (Positif Prapobandi). Negatif Prapobandi, saya harus membuktikan bahwa saya tidak mencuri,” urainya.
“Jadi, kalau ini masuk ke pokok materi tentu yang dituduhkan bisa membuktikan bahwa dia tidak mencuri (logika berpikir). Negatif Prapobandi inilah yang dijadikan dasar dalil dalam Pers hak Jawab. Artinya, seseorang yang tidak merasa membuktikan,” tutup Dr Mardiman Sane.zal