PALU, FILESULAWESI.COM – Wali Kota Palu, Hadianto Rasyid, tak henti-hentinya berjuang dalam mempercepat kepastian status lahan eks Likuefaksi di kelurahan Petobo maupun di kelurahan Balaroa.
BACA JUGA: Bawaslu Sulteng Matangkan Persiapan Jelang Pendidikan Pengawasan Partisipatif
Upaya dan perjuangan tak kenal lelah Wali Kota Palu tersebut dapat dilihat, saat ia berusaha untuk menemui Menteri ATR/BPN (ketiga menteri yang berganti, termasuk menteri sekarang Nusron Wahid), sejak Wali Kota Palu menjabat 2021 silam.
BACA JUGA: Irwan Lapatta: Foto Editan Disebar, Ini Fitnah, dan Tidak Benar
Uraian diatas disampaikan Kepala Dinas Penataan Ruang dan Pertanahan (DPRP) Kota Palu, Achmad Arwien, kepada awak media ini, saat ditemui di ruangannya, Rabu (15/10/2025) siang.
Achmad Arwien kemukakan, Wali Kota Palu telah memiliki konsep, desain atau skema, untuk peruntukan apa nantinya di lahan Eks Likuefaksi, jika benar-benar status lahan sudah dikeluarkan oleh Kementerian ATR/BPN.
“Perjuangan ini sudah lama, pemerintah tengah menunggu status lahan disana seperti apa. Artinya, bukan kita tidak bekerja, akan tetapi kita menunggu status lahan terlebih dahulu. Yang kita tahu bersama, disana itu zona 4 atau zona dilarang tempat tinggal,” ungkap Arwien kepada redaksi Filesulawesi.com.
“Artinya, ini bukan kewenangan pemerintah daerah karena berkaitan soal status lahan disana,” katanya melanjutkan.
Masih dengan perjuangan Wali Kota Palu, di Kementerian ATR/BPN, Wali Kota terus menyampaikan kalau di eks Likuefaksi ada hak-hak warga yang perlu diselesaikan permasalahan secepatnya.
Soal konsep atau desain, sebagaimana yang disampaikan oleh Wali Kota Palu pula, baik itu di eks kelurahan Petobo maupun Balaroa, masih sama konsepnya, ialah peruntukan untuk kawasan lindung.
“Konsep yang kita tuangkan saat ini masih konsep makro (umum), belum detail karena menunggu kejelasan status. Kawasan lindung bisa menjadi kawasan ruang terbuka hijau ataupun kawasan pariwisata yang bisa berbasis mitigasi bencana. Kalau monument bisa juga dibangun disana akan tetapi kalau untuk museum likuefaksi belum bisa dengan mempertimbangkan beberapa aspek di dalamnya,” urai Achmad Arwien.
“Pemerintah pusat kami harap, bisa memahami dan mengerti terhadap perjuangan yang sudah dilakukan oleh pemerintah daerah. Jangan kami sebagai pemerintah daerah selalu diperhadapkan dengan masyarakat kami. Penerbitan sertifikat ada di kewenangan ATR/BPN. Kegelisahan warga agar menjadi dorongan pemerintah pusat untuk segera mengambil keputusan,” bebernya.
“Saya kira masyarakat sudah mengetahui, bagaimana perjuangan pak Wali Kota Palu untuk disampaikan berkali-kali, dia sampaikan kepada menteri ATR/BPN,” jelas Achmad Arwien.zal