Pemkot Palu Ingatkan Warga Tidak Tempati Hunian di Zona Merah dan Orange Eks Likuefaksi

Salah Satu bukti bangunan rusak saat terjadinya bencana Likuefaksi di kelurahan Balaroa, 28 September 2018 silam. FOTO: Mohammad Rizal
Salah Satu bukti bangunan rusak saat terjadinya bencana Likuefaksi di kelurahan Balaroa, 28 September 2018 silam. FOTO: Mohammad Rizal

PALU, FILESULAWESI.COM – Awak media ini mencoba menelusuri dan memasuki jalan Manggis, yang merupakan sebahagiaan dari wilayah kelurahan Balaroa, di Kota Palu. Tanpak masih membekas ingatan atas peristiwa kelam 28 September 2018.

BACA JUGA: Pemkot Palu Tunggu Hasil Kejelasan Status Lahan Eks Likuefaksi Balaroa dan Petobo

Bacaan Lainnya
iklan KOMNAS HAM Sulteng

Pada peristiwa 28 September 2018 atau tepatnya 7 tahun lalu, wilayah kelurahan Balaroa salah satunya selain dari kelurahan Petobo, merupakan wilayah atau kelurahan yang terdampak bencana Gempa dan Likuefaksi (tanah bergerak).

BACA JUGA: Bawaslu Sulteng Matangkan Persiapan Jelang Pendidikan Pengawasan Partisipatif

Akibat dari pergerakan tanah, bangunan tempat tinggal atau sejenisnya ikut bergerak. Dan ini masih tanpak segar dari pemandangan mata jika melintasi di sekitar jalan Manggis di Kota Palu.

Masih ada sisa-sisa bangunan rusak parah, bergeser dari lokasi awal, berangkat dari peristiwa bencana Likuefaksi yang menelan banyak korban jiwa ketika itu.

Pemerintah Kota Palu melalui Dinas Penataan Ruang dan Pertanahan (DPRP) sendiri, di sejumlah titik dilokasi Eks Likuefaksi telah memasang papan informasi atau papan plang, dengan menandai lokasi tersebut merupakan zona merah dan zona orange.

Kepala Dinas PRP Kota Palu, Achmad Arwien, dalam keterangan resminya menegaskan, zona merah merupakan zona atau wilayah yang sama sekali tidak ada permukiman rumah di wilayah tersebut.

Sementara itu, zona orange merupakan zona atau wilayah boleh ada bangunan akan tetapi bukan untuk ditempati (dihuni). Semisal, bangunan toko, gudang, kios dan sejenisnya.

“Tidak boleh ada bangunan sama sekali. Zona orange tidak boleh ada hunian. Tetapi tidak bisa kita pungkiri, masih ada bangunan-bangunan yang berdiri di zona tersebut, padahal kita sudah ingatkan,” kata Achmad Arwien kepada redaksi Filesulawesi.com, saat ditemui di ruangannya, Rabu (15/10/2025).

Mengapa zona merah dan orange dilarang untuk ditempati di wilayah Balaroa dan Petobo, karena ini untuk mengantisipasi agar jika sewaktu-waktu bencana terulang maka tidak menimbulkan korban jiwa lagi.

Menurutnya, masih segar dalam ingatan bersama khusus bagi warga Kota Palu yang mengalami ketika itu, bahwa peristiwa bencana alam ketika itu, merupakan peristiwa yang menyayat hati, karena begitu banyak korban jiwa serta materi yang dialami.

“Walaupun bencana sudah 7 tahun tetapi masih segar dalam ingatan kita. Kita semua ini adalah korban dan Alhamdulillah hari ini kita masih diberi kesempatan hidup. Maka sebaiknya kita, pemerintah ingatkan, agar tidak menempati tempat dimana sudah ada tanda dilarang untuk hunian,” beber Kadis PRP Kota Palu.

“Kami berharap di zona merah itu jangan ditinggali. Artinya, di zona merah tersebut tidak boleh ada bangunan sama sekali,” tutup Achmad Arwien.zal

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *