Ketua DPW PKS: Sistem Proporsional Terbuka Miliki Nilai-Nilai Demokratis Bagi Rakyat Dalam Memilih

Ketua DPW PKS Sulteng Muhammad Wahyuddin. FOTO : IST

PALU, FILESULAWESI.COM – Mahkamah Konstiuti (MK) RI belum memutuskan apakah pada pentas Pemilihan Legislatif (Pileg) Tahun 2024 menggunakan sistem Proporsional Terbuka atau malah sebaliknya menggunakan sistem Proporsional Tertutup.

Diketahui, Indonesia sendiri saat ini, Sistem pemilu masih menganut prinsip proporsional terbuka. Dalam sistem ini digunakan untuk memilih Anggota Legislatif (Anleg) di tingkat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Bacaan Lainnya
IMG-20240816-WA0223-1

Ketua DPW PKS Sulteng Muhammad Wahyuddin dalam keterangan resminya kepada awak media ini, menguraikan secara detail terkait dengan sikap DPP PKS.

Menurutnya, dalam gugatan Yudicial Review tersebut, DPP PKS mengajukan diri sebagai pihak terkait untuk dimintai keterangan. Sehingga, perwakilan PKS bisa hadir dalam persidangan dan dimintai pandangannya.

“Dalam persidangan di MK, PKS memberikan catatan bahwa, sistem Proporsional Terbuka yang saat ini sudah berlaku lebih mendekati nilai-nilai demokratis. Dimana rakyat diberi kebebasan untuk memilih wakil rakyat. Sehingga yang terpilih dari sebuah Parpol adalah mereka yang mendapat suara terbanyak,” urainya kepada FileSulawesi.com, Rabu (31/5/2023) malam.

“Selain itu, sistem Proporsional Tertutup cenderung dapat melahirkan Oligarki ditubuh Parpol. Dimana, siapa yang punya hubungan spesial dengan pimpinan Parpol, berpeluang no urut 1 dan lebih berbahaya lagi jika terjadi jual beli no urut,” katanya menambahkan.

Olehnya tegas Wahyuddin, PKS hingga saat ini, masih tetap konsisten memilih sistem terbuka dan sudah mengemukakan pendapatnya dalam sidang MK.

“Adapun nantinya, jika MK memutuskan sistem tertutup, maka PKS memposisikan diri mentaati dan menerima keputusan hukum tersebut. Dengan begitu, kami di PKS Sulteng harus bersiap dengan segala dampak dari kemungkinan tersebut,” katanya.

“Kedepannya, Parpol yang eksis di DPR RI, perlu kiranya mempertimbangkan agar kewenangan MK dibatasi. Misalnya, dalam hal sistem Pemilu tidak lagi menjadi ranah wewenang MK untuk memutusnya. Jangan sampai sistem pemilu berubah-ubah. Sehingga rakyat selaku pemilik suara menjadi dilematis hingga bisa berdampak pada rendahnya partisipasi masyarakat dalam ajang 5 tahunan tersebut,” jelas Wahyuddin.zal

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *