PALU, FILESULAWESI.COM – Warga Terdampak Bencana (WTB) yang tergabung dalam komunitas Celebes Bergerak, menyuarakan aksi demonstrasi salah satunya ialah dengan menuntut hak mereka yang belum dipenuhi pemerintah pusat, pemerintah provinsi Sulawesi Tengah, Pemerintah Kabupaten dan Kota, terdampak bencana 28 September 2018 silam.
Aksi ini dilakukan di beberapa titik lokasi, diantaranya di kantor Gubernur Sulawesi Tengah, dan di kantor DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, Senin (2/10/2023) pagi.
Koordinator Lapangan Celebes Bergerak, Wiwin, dalam orasinya mengatakan, aksi demonstrasi ini dilakukan sebagai bentuk memperingati 5 tahun bencana alam gempa, likuifaksi dan tsunami, yang telah menewaskan 4.845 jiwa dan menghancurkan 27.662 unit rumah warga serta menghilangkan 6.504 unit rumah warga akibat likuifaksi.
Bahkan kata Wiwin, bencana dahsyat tersebut juga merusak 28.889 unit rumah warga dengan kategori rusak sedang dan 47.149 unit rumah mengalami rusak ringan, yang tersebar di kabupaten Donggala, Sigi, Kota Palu dan Parigi Moutong.
“Hingga lima tahun pascabencana alam di Sulawesi Tengah, masih ada 7.109 Kepala Keluarga (KK) yang belum mendapatkan kepastian Hunian Tetap,” urainya kepada FileSulawesi.com.
“Hasil investigasi kami juga menemukan masih ada WTB yang belum mendapatkan bantuan dana stimulant. Mereka adalah warga yang berhak mendapatkan namun itu tidak diperolehnya,” katanya menambahkan.
Dia melanjutkan, WTB yang mestinya mendapatkan bantuan dana stimulant ini tidak lagi mendapatkan kepastian dari pemerintah daerah karena penyaluran dana stimulant tersebut sudah dianggap selesai. Sehingga kata dia, yang tersedia saat ini ialah tinggal skema hunian relokasi atau yang dikenal dengan istilah Hunian Tetap (Huntap).
“Tidak heran jika banyak WTB yang tidak mau di relokasi karena memang aturannya mereka mestinya mendapatkan bantuan dana stimulant, tetapi pemerintah memaksakan dengan skema relokasi Huntap,” ungkap Wiwin.
Parahnya lagi, sebutnya, Warga Terdampak Bencana (WTB) tinggal di Hunian Sementara (Huntara). Tidak layak, tanpa perlindungan sosial dari pemerintah, dijalani selama lima tahun ini.
“Pemerintah baik itu pemerintah pusat, Gubernur Sulawesi Tengah, Bupati dan Wali Kota Palu, telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Itu jelas, kenapa, karena mereka telah membiarkan WTB terlantar tanpa perlindungan sosial selama lima tahun di Huntara, yang sudah tidak layak huni,” katanya.
Ia meminta kepada pemangku kebijakan, untuk tetap memperhatikan WTB yang masih tinggal di Huntara-Huntara yang masih ada.
“Selama ini kami melihat ada semacam pembiaran terhadap WTB yang tinggal di Huntara. Mereka terkadang berjuang sendiri-sendiri untuk bisa bertahan hidup. Bahkan, ada WTB yang meninggal di Huntara karena faktor ekonomi. Ada kasus pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur, dan ada kasus bunuh diri di Huntara. Kasus semacam ini sudah sering terjadi, tetapi tidak ada political Will dari pemerintah daerah kita,” sebutnya.
“Kepada Gubernur Sulawesi Tengah, Wali Kota Palu, Bupati, selama belum ada Hunian Tetap (Huntap) untuk warga WTB di Huntara, tidak ada pembongkaran bangunan di lokasi Huntara yang masih dihuni oleh warga penyintas,” jelasnya.zal#