Penulis: DR. H. MOHAMMAD HIDAYAT LAMAKARATE, S.I.P, M.Si
Yogyakarta, 2 Januari 2024
YOGYAKARTA, FILESULAWESI.COM – Penonaktifan Sekretaris Provinsi (Sekrov) oleh Gubernur SULTENG H Rusdy Mastura, menurut saya adalah hal yang harus ditinjau kembali karena dapat dikatakan melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
BACA JUGA: Pasar Modal Indonesia Dukung Program Strategis Pemerintah
Dalam Undang-Undang No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dalam pasal 126 ayat 1 disebutkan bahwa Pemberhentian SEKPROV dilakukan oleh Presiden, ayat 2 disebutkan bahwa alasan pemberhentian SEKPROV disebabkan karena: 1 meninggal dunia, 2. Mengundurkan diri, 3. Tidak dapat menjalankan tugas lagi, 4. Melanggar peraturan Perundang Undangan, 5. Memasuki usia pensiun.
Merujuk pada ketentuan Perundang-Undangan yang berlaku sebagaimana yang saya sebut di atas, maka dapat disebutkan bahwa Kebijakan Penonaktifan SEKPROV jelas bukan merupakan kewenangan bapak Gubernur, dan alasannya hampir bisa dipastikan tidak memenuhi kriteria yang diatur dalam ketentuan peraturan Perundang-Undangan tetsebut.
Dari sisi kewenangan, Gubernur Sulawesi Tengah hanya dapat mengajukan usul kepada Presiden Melalui Menteri Dalam Negeri manakala ingin memberhentikan ataupun menonaktifkan Pejabat SEKPROV.
Dalam pengajuan pengusulan tersebut, tentu harus mencantumkan alasan-alasan yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan oleh Presiden dalam rangka pengambilan keputusan untuk mengakomodir usulan tersebut atau tidak.
Selama belum ada keputusan Presiden tentang penonaktifan Dra. NOVALINA M.Si sebagai SEKPROV, maka selama itu SEKPROV tetap dapat menjalankan tugas tugasnya sebagaimana biasanya. Selanjutnya kepada yang bersangkutan tetap dapat menerima semua apa yang menjadi hak haknya.
Jika Gubernur Sulteng merasa kurang puas dengan kinarja SEKPROV, maka yang paling mungkin bisa dilakukan adalah dengan mengurangi kewenangan yang akan diberikan kepada SEKPROV.
Saya melihat tidak ada alasan yang mendasar dalam penonaktifan SEKPROV Sulteng yang lagi viral beritanya di berbagai media saat ini.
Kebijakan ini menurut saya lebih disebabkan karena ketidakharmonisan hubungan antara GUBERNUR dengan SEKPROV yang berawal dari proses penetapan Dra NOVALINA, M.Si, sebagai SEKPROV SULTENG beberapa waktu yang lalu.
Masih segar dalam ingatan kita bagaimana GUBERNUR menolak SK NOVALINA yang ditetapkan oleh Presiden sebagai SEKPROV, sampai dengan peristiwa Rapat Paripurna DPRD beberapa waktu yang lalu, dimana dalam berita di beberapa media ONLINE menyebut bahwa GUBERNUR marah dan menunjuk-nunjuk NOVALINA yang ikut hadir dalam acara Rapat Paripurna tersebut.
Sebagai mantan SEKPROV, saya sangat prihatin melihat persoalan ini. Saya hanya ingin katakan bahwa ini hanyalah persoalan komunikasi antara Gubernur Sulteng dengan SEKPROV Novalina.
Sebaiknya persoalan ini harus segera dicarikan solusinya karena salah satu tugas seorang SEKPROV adalah sebagai pejabat Administrasi tertinggi di Daerah yang dapat memastikan bagaimna GUBERNUR tidak salah dalam membuat Kebijakan dan Keputusan Administratif.
Kepada Menteri Dalam Negeri, kiranya dapat segera memfasilitasi untuk membantu menyelesaikan persoalan seperti ini. Agar para SEKPROV yang merupakan pejabat Eselon 1 di daerah dapat melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik dan terlindungi dalam melaksanakan tugas tersebut dengan berbagai peraturan dan ketentuan Perundang-undangan yang berlaku.(***/zal)