PALU, FILESULAWESI.COM – PT Citra Palu Mineral (PT CPM), yang semula berjalan dengan lancar dan harmonis di bawah manajemen Bakrie Group, kini tengah terjebak dalam konflik sosial dan kerusakan lingkungan yang semakin parah sejak diambil alih oleh Antony Salim dan Macmahon pada 2023.
BACA JUGA: Gelar Rapat: MKKS SMA Palu Bahas Persiapan SPMB 2025
Di masa Bakrie Group, perusahaan ini memperoleh dukungan penuh dari pemerintah daerah dan masyarakat sekitar. Semua izin, termasuk penurunan status hutan dan amdal, dilalui dengan baik berkat pendekatan humanis yang dijalankan, menjadikan PT CPM sebagai bagian penting dari perekonomian lokal tanpa ada gejolak sosial yang berarti.
Namun, sejak Antony Salim masuk dan menggantikan manajemen dengan menunjuk Agus Projosasmito sebagai Direktur Utama Bumi Resources Minerals (BRMS) dan Charles Daniel Gobel mengendalikan PT CPM, segalanya berubah.
Kebijakan yang diterapkan lebih mengutamakan keuntungan besar, mengorbankan lingkungan dan masyarakat setempat. Kontraktor lokal digeser oleh kontraktor asing, Macmahon, perusahaan asal Australia yang kini mengambil alih operasi tambang, sementara tenaga kerja lokal semakin terpinggirkan.
“Sejak masuknya Salim dan Macmahon, kebijakan perusahaan berubah drastis. Dulu, di bawah Bakrie Group, PT CPM memberi ruang bagi masyarakat lokal dan bekerja sama dengan pemerintah daerah. Kini, semuanya berubah. Masyarakat tidak lagi dipandang penting,” kata Muh Masykur, mantan Direktur Perhimpunan Bantuan Hukum Rakyat (PBHR).
Keputusan ini membawa dampak yang sangat merugikan bagi masyarakat Poboya dan sekitarnya. PHK massal terjadi, ribuan pekerja lokal kehilangan pekerjaan, sementara perusahaan semakin menekan akses masyarakat ke tambang yang sebelumnya menjadi sumber pendapatan mereka.
Tidak hanya itu, kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas tambang semakin meluas tanpa ada kompensasi yang layak bagi yang terdampak.
Dengan masuknya Agus Projosasmito dan kebijakan yang diterapkan Charles Daniel Gobel, PT CPM kini semakin terpusat pada mengejar keuntungan tanpa memperhatikan kesejahteraan sosial.
“Macmahon dan Antony Salim hanya melihat peluang keuntungan besar tanpa peduli dampak sosial dan lingkungan. Ini adalah wajah dari oligarki yang merugikan rakyat,” tegas Muh Masykur.
Seiring dengan protes yang semakin keras dari masyarakat lokal, PT CPM masih teguh pada kebijakan eksploitatifnya. Jika tidak ada perubahan segera, konflik ini berpotensi semakin membesar dan berdampak buruk tidak hanya bagi PT CPM, tetapi juga bagi hubungan perusahaan dengan masyarakat sekitar yang sudah lama bersinergi.
Oligarki Salim, yang dulunya hanya memikirkan laba, kini harus menghadapi kenyataan bahwa tanpa pendekatan yang berkeadilan dan berbasis pada pemberdayaan masyarakat lokal, PT CPM berisiko kehilangan dukungan yang telah mereka bangun bertahun-tahun.(***)