PALU, FILESULAWESI.COM โ Gejolak perlawanan petani rakyat yang menggantungkan ekonominya terhadap perusahaan Pabrik kelapa sawit seperti PT SPP, kini seakan tak menuai harapan.
Bagaimana tidak, Pemerintah Daerah Kabupaten Morowali Utara, menghentikan aktifitas Pabrik sawit PT Sawit Permai Pratama (SPP), melalui Surat 520/0097/DPPD/IV/2024, di desa Momo, kecamatan Momosalato, kabupaten Morowali Utara.
Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Nomor: 245/KB.410/E/03/2024 tentang Monitoring Perizinan Berusaha Berbasis Risiko KBLI 10431 Industri Minyak Mentah Kelapa Sawit (Crude Palm Oil), maka Gubernur dan Bupati/Walikota wajib melakukan pengawasan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko sesuai dengan kewenangannya masing-masing, dalam Surat yang dikeluarkan oleh Bupati Morowali Utara, tertanggal 5 April 2024.
Atas masalah diatas, Aktivis Agraria dan HAM Eva Bande, menilai sikap Pemkab Morowali Utara yang menutup aktivitas PT SPP ini, sangat mencerminkan praktek pemerintahan saat ini jauh dari keberpihakan terhadap masyarakat kecil.
Pasalnya, menurut perempuan pejuang Agraria dan HAM itu, kalau buka data, siapa saja pelaku usaha bisnis di sektor perkebunan sawit skala besar di Morut, tentu bukan hanya PT SPP saja.
Ini menjadi sangat anomaly, bagaimana dengan perusahaan lainnya, seperti anak-anak perusahaan Astra Group, yang sebenarnya jauh lebih buruk dalam menjalankan praktek bisnisnya.
โSeperti PT ANA yang meraup keuntungan secara terus menerus selama 17 tahun, dalam praktiknya telah melahirkan pemiskinan di masyarakat, merampas tanah rakyat 5 desa di kecamatan Petasia Timur, memenjarakan petani yang mempertahankan tanahnya,โ katanya, Sabtu (18/5/24) kepada FileSulawesi.com, dikutip kembali oleh FileSulawesi.com.
Sementara itu, Ketua DPRD Morowali Utara (Morut) Warda Dg Mamala, tak menanggapi awak media saat meminta keterangan resminya, terkait dengan kebijakan yang telah dituangkan oleh Pemerintah Kabupaten Morowali Utara (Morut), seakan tak berpihak kepada rakyat petani Morut.
Bukan kali ini saja, Ketua DPRD Morut yang juga berhasrat untuk maju dalam konstestasi pada Pemilihan Bupati Morut periode 2024-2029, ini pun tak menjawab pertanyaan awak media, terkait dengan adanya dugaan hotel miliknya yang di bangun di atas laut tak memiliki izin penimbunan laut.
Melihat dengan kurang pedulinya sosok Ketua DPRD Morut yang tak merespon soal keberpihakan kepada petani rakyat, maka perlu dipertanyakan keaslian sosok Ketua DPRD yang peduli terhadap petani rakyat Morut.
Petani rakyat kabupaten Morut memilik hak untuk bisa memastikan nantinya pada tanggal 27 November 2024, siapa yang berhak untuk dipilih sebagai pemimpin berkeadilan untuk seluruh masyarakat kabupaten Morowali Utara.zal