PALU, FILESULAWESI.COM – Dosen UIN Datokarama Palu Dr. Sahran Raden, S.Ag, SH, MH, memaparkan dalam ulasannya beberapa poin penting terkait dengan konteks Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), dalam Dialog Publik yang digelar KPU Sulteng, dengan tema Mewujudkan Pilkada Berintegritas dan Demokratis di Sulawesi Tengah pada Pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur Tahun 2024.
Kegiatan dialog ini diketahui berlangsung di hotel Best Western, kota Palu, menghadirkan narasumber lainnya yakni Anggota Komisioner KPU RI periode 2022-2027 Betty Epsilon Idroos, Prof. Muhadam Labolo, dan Erik Kurniawan. Senin (27/5/2024) sore.
Ketua KPU Sulteng periode 2013-2018 ini sampaikan, secara konstitusional, bahwa Pilkada ini sebenarnya berlangsung selama lima tahun sekali.
Sebagai amanat konstitusi di dalam UU Pasal 18 ayat 4 menyebutkan, bahwa Gubernur-Bupati-Wali Kota, masing-masing sebagai Kepala Pemerintahan Daerah Provinsi, kabupaten, kota, dipilih secara demokratis.
“Ini saya rasa frasa yang kemudian menjadi polemik sebelum keluarnya UU Nomor 1 tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur-Bupati dan Wali Kota, terutama berkaitan dengan frasa dipilih secara demokratis,” urainya kepada FileSulawesi.com saat menjadi narasumber, Senin (27/5/2024).
“Karena kita bicara soal Pilkada yang demokratis, bagaimana membangun Pilkada yang bermutu secara demokratis. Maka dari itu saya kira, frasa yang dipilih secara demokratis ini kemudian oleh pembentuk UU Nomor 1 tahun 2015, kemudian, memilih Pilkada dipilih secara langsung oleh rakyat. Ini saya kira frasa yang menyampaikan kepada kita semua, bahwa Pilkada ini sebagai arena, konstestasi, yang kemudian menjadi milik dari kedaulatan rakyat,” katanya menambahkan.
Dijelaskannya, bahwa Pilkada ini dimiliki oleh rakyat, itulah demokrasi. Demokrasi yang berkedaulatan rakyat, disini secara aspek konstitusionalnya.
Di Sulawesi Tengah hari ini, lanjut Dr. Sahran Raden, bahwa diberbagai media sosial, media online, berbagai diskusi terkait pencalonan kepala daerah ramai dibicarakan. Ini yang perlu dipikirkan secara bersama-sama kembali.
Bahwa sebenarnya Pilkada bukan hanya milik partai politik saja, para elit partai politik, tetapi ini menjadi hak kedaulatan rakyat.
“Saya mau sampaikan, bahwa pilar dari demokrasi itu adalah salah satu yang paling penting adalah hak pilih secara universal. Hak pilih universal ini kenapa, Pilkada ini adalah milik rakyat, milik masyarakat, milik pemilih dan sebagainya. Oleh karena itu, hak milik universal itu menjadi bagian penting dari kedaulatan rakyat,” sebutnya.
“Kemudian, yang perlu kita pikirkan lagi, saya kemarin menulis di salah satu media terkait dengan pencalonan Pilkada. Pertama, dalam membangun mutu demokrasi kita terutama muaranya pada partai politik, harusnya saat ini, dirubah pola komunikasi atau koalisi partai poitik. Sekarang, kasihan para kandidat, para calon-calon, bagaimana cara kita memitigasi mahar adanya politik. Ini saya kira menjadi hal yang sangat penting,” ujarnya.
Dr. Sahran Raden mengingatkan akan suatu momen pada Pemilu tahun 2024 lalu. Dimana, peserta pemilu atau partai politik, melakukan komunikasi koalisi dahulu kepada partai politik lalu kemudian mengusung Presiden-Wakil Presiden. Begitu juga dengan Pilkada yang kita bangun dengan mutu demokrasi di Sulteng, mestinya.
“Harusnya partai politik yang membangun koalisasi dulu, misalnya paling tidak sebagaimana UU Nomor 10 tahun 2016, bahwa persyaratan calon itu sudah memenuhi syarat di DPRD provinsi. Misalnya kalau sudah 55 kursi itu berarti ada 11 kursi kalau kita hitung. Untuk hasil Pemilu tahun 2024, tidak ada satu partai politik di Sulteng yang bisa sendiri untuk mencalonkan, dia harus membutuhkan koalisi yang lain, minimal dua partai politik. Ini yang perlu kita lakukan literasi politik kepada publik, bahwa sangat penting membangun integritas bagi partai politik,” katanya.
“Kita berharap, ada kesamaan dalam membangun satu visi Pilkada di Sulawesi Tengah, sehingga mutu demokrasinya lebih baik,” jelasnya.zal