JAKARTA, FILESULAWESI.COM – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan Partai Buruh dan Partai Gelora untuk sebagian terkait ambang batas pencalonan kepala daerah. Dalam Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 tersebut, Mahkamah juga memberikan rincian ambang batas yang harus dipenuhi partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu untuk dapat mendaftarkan pasangan calon kepala daerah (gubernur, bupati, dan walikota). Putusan perkara yang diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora ini dibacakan pada Selasa (20/8/2024) di Ruang Sidang Pleno MK.
BACA JUGA:Berikut Putusan MK Terkait Ambang Batas Pencalonan Kepala Daerah
Sementara, dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih,bertolak pada pertimbangan hukum di atas apabila dikaitkan dengan permohonan pengujian Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada, menurut Mahkamah kata “atau” dalam Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada pada prinsipnya membuka peluang bagi calon dari partai yang tidak memiliki kursi di DPRD tetapi memiliki akumulasi suara sah, in casu suara 25%. Namun, karena berlakunya norma Pasal 43 ayat (3) UU Pilkada, maka peluang bagi partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD menjadi hilang atau tertutup.
Sebab, lanjut Enny, pasal tersebut telah menegasikan norma yang telah memberikan alternatif, in casu Pasal 40 ayat (1) UU 10/2016. Batasan 25% sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) UU 10/2016 adalah akumulasi perolehan suara karena partai politik tetap diakui keabsahannya dan diakui eksistensinya sebagai partai politik menurut Undang-Undang Partai Politik maupun Undang-Undang Pemilu, sampai Pemilu berikutnya sesuai dengan threshold dan persyaratan yang akan ditentukan ke depan oleh pembentuk undang-undang.
“Dengan telah dinyatakan Pasal 40 ayat (3) UU 10/2016 bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945, oleh karena keberadaan Pasal a quo merupakan tindak lanjut dari Pasal 40 ayat (1) UU 10/2016, maka terhadap hal demikian Mahkamah harus pula menilai konstitusionalitas yang utuh terhadap norma Pasal 40 ayat (1) UU 10/2016 a quo, sebagai bagian dari norma yang mengatur mengenai pengusulan pasangan calon,” tegas Enny.
Hal ini dilakukan dalam rangka menjamin hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang telah memeroleh suara sah dalam pemilu serta dalam upaya menghormati suara rakyat dalam pemilu.
“Dalam konteks demikian, dengan telah dibukanya peluang bagi perseorangan untuk mencalonkan diri dengan syarat-syarat tertentu, maka pengaturan mengenai ambang batas perolehan suara sah partai politik gabungan partai politik peserta pemilu untuk dapat mengusulkan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah menjadi tidak berdasar dan kehilangan rasionalitas jika syarat pengusulan pasangan calon dimaksud lebih besar daripada pengusulan pasangan calon melalui jalur perseorangan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 41 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf d dan Pasal 41 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf d UU 10/2016,” ucap Enny.
Oleh karena itu, lanjut Enny, syarat persentase partai politik atau gabungan partai politik perserta pemilu untuk dapat mengusulkan pasangan calon harus pula diselaraskan dengan syarat persentase dukungan calon perseorangan. Sebab, mempertahankan persentase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) UU 10/2016 sama artinya dengan memberlakukan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi bagi semua partai politik peserta pemilu.(***)
Sumber: Humas MK RI
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Tiara Agustina