PALU, FILESULAWESI.COM – Aktivitas pertambangan emas di wilayah kota Palu, sampai saat ini kian mencuat. Terbaru banyak kritik dan tanggapan dilayangkan oleh kelompok masyarakat sipil, akademisi dan mahasiswa terhadap polemik praktik pertambangan emas yang beroperasi saat ini. terdapat PT Citra Palu Mineral (CPM) dan PT Adijaya Karya Makmur (AKM) yang kemudian memicu diskursus diruang publik.
BACA JUGA: Tanggapan Resmi Sekjend Keluarga Besar Suku Kaili Da’A Inde Sulteng Atas Oknum Jelekkan SUKU Da’A
Maka dari itu penting untuk mendudukan sejauh mana peran pemerintah dan penegak hukum dalam mengontrol bisnis di sektor pertambangan yang berjalan saat ini.
Sebelumnya, terdapat tuduhan praktik pertambangan illegal yang dilakukan oleh PT AKM yang dilayangkan oleh JATAM Sulteng melalui hasil risetnya. Kemudian menaksirkan terdapat kerugian negara yang mencapai Rp.3 Trliun.
BACA JUGA: Rehan Saputra dan Najwa Salsabila, Siswa SMPN 7 Palu Raih Juara 1 Taekwondo Antar Pelajar
JATAM Sulteng juga mengungkapkan bahwa perusahaan ini menjalankan praktik perendaman emas ilegal dengan keuntungan fantastis dan diduga melibatkan jaringan bisnis mantan pejabat tinggi kepolisian berpangkat Irjen Pol. Purnawirawan dan elite partai bahkan Anggota DPRD.
Hal ini kemudian mendapat tanggapan serius dari Ruang Setara Project (RASERA), Aulia Hakim, selaku pendiri menyatakan bahwa, apa yang telah mencuat ke Publik baik itu pertambangan illegal maupun legal, harusnya kita melihat ini merupakan suatu kelalaian dan pola yang terus berulang dilakukan pemerintah dan juga aparat penegak hukum. Hampir tidak ditemukan progres untuk penyelesaiannya dan dampakanya pasti masyarakat yang menanggung.
Ia menjelaskan, jika praktik illegal yang dilakukan oleh PT AKM benar adanya, maka tentu itu telah melanggar Undang-Undang terkait Mineral dan Batu Bara (Minerba) yang sudah mengatur tambang ilegal sebagai pidana. \
Dari Undang-Undang Minerba tahun 1967 UU Nomor 4 Tahun 2009 hingga UU Nomor 3 Tahun 2020. Ini sangat jelas bahwa semua menempatkan tambang tanpa izin adalah pidana (ilegal) dan jika pidana jelas penanganan hukumnya ada di kepolisian. Pertanyaannya sudah sejauh mana kepolisian memproses persoalan seperti ini.
Penting menurutnya melihat sejauh mana praktik pertambangan yang beroperasi hari ini itu patuh terhadap norma hukum. Ia mendesak pemerintah, untuk menanggulangi kegiatan praktik pertambangan dengan perlu dilakukan upaya pencegahan aktivitas PETI, dengan melakukan edukasi ke masyarakat terkait dampak negatifnya, dengan melibatkan pemangku kepentingan, seperti akademis, pemerhati lingkungan, tokoh masyarakat, tokoh adat, dan lain-lain.
Selanjutnya perlu secepatnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, mulai menggodok pembentukan unit khusus penegakan hukum ESDM. Nantinya unit ini akan menyisir berbagai kegiatan pelanggaran hukum yang jelas-jelas merugikan negara di sektor ESDM.
Juga Salah satu faktor yang dapat didorong ialah perusahaan pertambangan harus melaksanakan GMP (Good Mining Practice) Environment, Social and Governance (ESG) di kalangan perusahaan.
ESG merupakan seperangkat standar operasional perusahaan yang merujuk pada tiga kriteria utama, yaitu lingkungan, sosial, dan tata kelola yang digunakan perusahaan untuk menyaring potensi investasi.
Sehingga ini menjadi titik awal perbaikan tata kelola pertambangan, misalnya bentuk penerapan prinsip ESG di industri pertambangan antara lain yang meliputi, penerapan praktik pengelolaan dampak lingkungan berkelanjutan, Pemenuhan aspek sosial seperti HSE, penerapan praktik tata kelola perusahaan yang baik mencakup transparansi pelaporan, struktur manajemen yang kuat, dan pemantauan yang efektif serta pemantauan dan pengukuran rutin terkait kinerja ESG.
Disatu sisi, ia juga merespon terkait isu pemutusan hubungan kerjasama oleh PT CPM terhadap PT AKM yang kemudian mengancam 500 pekerja tambang PT AKM sebagai vendor alat berat material tambang.
Menurutnya, semua tentu punya mekanisme dalam hubungan industri baik pekerja dan perusahaan, terkait 500 pekerja yang terancam ini harus menjadi perhatian khusus Dinas Ketenagakeraan, juga PT CPM harusnya tidak mengabaikan nasib pekerja akibat mitra bisnisnya sebagai tanggung jawab pemilik Kontrak Karya.
Sehingga masalah ini benar-benar dapat diselesaikan secara procedural tanpa harus mengorbankan nasib para pekerja, kalau merujuk pada Surat yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Minerba pada 18 November 2024 lalu, bahwa Kerjasama Pengoperasian Heap Leach oleh PT CPM dan AKM, terdapat beberpa point yang kemudian menyatakan bahwa PT AKM sebagaiamana pemegang Izin usah jasa pertambangan (IUPJP) yang kemudian secara pekerjaan tidak dapat mencakup pengerjaan pengelolaan dan/atau pemurnian.
Jika kita merujuk pada Pasal 124 ayat (3) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara bahwa kegiatan pengolahan dan/atau pemurnian tidak termasuk kegiatan yang dapat dilaksanakan oleh perusahaan jasa pertambangan (PJP).
Selain itu, Aulia Hakim juga mendesak untuk Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sulteng, bisa berani membuka hasil temuan investigasinya terkait dugaan pencemaran lingkungan dan emisi polutan sehingga masyarakat dapat mengetahui dan ini penting untuk perusahaan bertanggung jawab terkait pemulihan jika benar adanya.
Ia mendesak, aparat penegak hukum dan juga kementrian ESDM tidak hanya dia dalam penyelesaian kasus ini, sehingga ada titik terang terkait pengolahan sumber daya alam dan ia juga mengingatkan untuk Aparat penegak Hukum Kepolsian tidak tebang pilih dalam melakukan penegakan serta pemerintah harus bijak dalam mengevaluasi dan memberikan sanksi terhadap perusahaan manapun ketika menjalan praktik bisnisnya tidak tunduk terhadap pedoman dan regulasi yang ada.(***)