PALU, FILESULAWESI.COM – Pelaksanaan Konstruksi bangunan atas proyek pekerjaan Masjid Raya Provinsi Sulawesi Tengah telah disepakati dalam bentuk perikatan kontrak, antara PPK Dinas Cipta Karya dan SDA (CIKASDA) Sulteng dengan PT PP (Persero) Tbk.
BACA JUGA: Batas Akhir April 2025 Proyek Masjid Agung, Salim: Tidak Selesai Putus Kontrak
Dalam perikatan kontrak, semua memiliki kesamaan hak (tidak ada yang lebih tinggi antara kontraktor pelaksana proyek maupun Pemilik Pekerjaan
Setiap persoalan yang terjadi di lapangan atau terjadi pertentangan maka tentu semuanya merujuk kepada apa yang tertuang dalam kontrak yang telah ditandatangani bersama.
Berikut petikan penjelasan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Dinas CIKASDA Sulteng Proyek Pembangunan Masjid Raya Prov. Sulteng Caco Laratu, kepada sejumlah awak media, saat ditemui langsung dilokasi proyek, Jumat (31/1/2025) siang.
Caco Laratu kembali kemukakan, kontrak itu ada beberapa hirarki. Yakni diantaranya ada surat perjanjian yang ditandatangani, ada daftar kuantitas (harga kontrak), ada syarat khusus kontrak, ada syarat-syarat umum kontrak (yang mengatur semua apapun kejadian yang terjadi. Jika terjadi pertentangan maka semua kembali ke syarat kontrak).
“Tidak bisa kita subjektif menyatakan benar, pelaksana benar, tidak demikian,” kata Caco kepada FileSulawesi.com.
Terkait persoalan waktu, dalam kontrak diatur, jika terjadi keterlambatan karena kesalahan penyedia maka kontrak tidak bisa diperpanjang.
“Kalau misalnya pekerjaan belum selesai, dia masih mau menyelesaikan pekerjaan maka dia dikenai denda. Tetapi, jika keterlambatan bukan karena kesalahan penyedia (PT PP), maka ada dalam kontrak diatur (setelah ditelaah tim peneliti), maka diatur dalam kontrak sebagai Peristiwa Konpensasi,” beber Caco.
Ia menguraikan, bahwa PT PP Persero dalam penyelesaian pekerjaan saat ini bukan berdasarkan terhadap kelalaian atas keterlambatan.
Sehingga saat ini, PT PP Persero tidak dikenai denda keterlambatan melainkan mendapatkan Peristiwa Kompensasi yang diatur dalam perjanjian kontrak.
Menurutnya, soal memutuskan perpanjangan waktu bukan subjektif dari Pengguna Anggaran, PPK, PPTK, tetapi hasil putusan kesimpulan yang melibatkan seluruh unsur pemangku kepentingan.
Tim Tenaga Ahli pendamping yang dituangkan dalam bentuk SK Gubenur Sulteng (melibatkan Inspektorat, Kejaksaan, Polda Sulteng, Biro PBJ Sulteng, serta pihak lainnya).
“Kami memutuskan perpanjangan itu bukan subjektif dari kami. Kami menilai dulu, kira-kira apa penyebab keterlambatan. Karena ada perubahan desain diawal (berarti bukan kesalahan penyedia). Untuk pengadaan tiang Pancang standar sesuai yg dipasarkan. Sementara yg digunakan adalah Custome. Sehingga membutuhkan waktu untuk proses produksi dan pengiriman ke lokasi. Perubahan terjadi atas masukan dari Tenaga Ahli, yang memperhitungkan untuk penambahan penulangan pada posisi upper tiang pancang karena memperhitungkan gaya lateral akibat kegempaan di wilayah kita,” ungkapnya.
“Itu mutlak diterima karena faktor keamanan dan kami tidak bisa tolak. Kapan kita tolak kalau terjadi apa-apa bisa beresiko terhadap bangunan. Hal ini yang menunda sampai terjadi keterlambatan namun bukan kelalain dari penyedia,” ungkap dia lagi.
“Kita lakukan pertemuan sebanyak 4 kali, dengan Pemda dua kali, tim pendamping dua kali, untuk meminta pendapat terkait dengan apakah berhak diberikan kompensasi kepada pelaksana proyek atau tidak. Ternyata, keputusan diberikan hak kepada mereka dalam kontrak kerja itu namanya Peristiwa Kompensasi. Tidak sampai disitu saja, setelah ada putusan tadi kami menyurat kembali ke LKPP, menceritakan kronologisnya, kemudian jawaban dari LKPP, sepanjang itu bukan kesalahan dari Penyedia Jasa maka dia berhak untuk mendapatkan Peristiwa Kompensasi,” sambungnya.
“Nah, akhirnya dengan keputusan itu, kami mengaddendum kontrak. Kontrak yang awalnya 31 Desember 2024 berakhir itu, diberikan Peristiwa Kompensasi selama 120 hari Kalender atau tepatnya Akhir 30 April 2025 (sebelumnya mereka meminta 6 bulan untuk Perpanjangan waktu tambahan kerja dari peristiwa Kompensasi). Kalau namanya addendum perpanjangan waktu itu tidak diperlakukan denda karena dalam kontrak diputuskan PT PP mendapatkan PERISTIWA KOMPENSASI (ini masih menjadi haknya penyedia untuk menyelesaikan). Perpanjangan sampai April itu, Berdasakan hukum kontrak tidak dikenakan denda,” jelas Caco.
Kemudian persoalan material, dalam hal mendatangkan besi, PT. PP berpedoman terhadap sertifikat yang mengikuti besi tersebut. Jadi, setiap datang besi ada sertifikat, ini besi diameternya sekian, beratnya sekian permeter.
Tetapi, dalam aturan kontrak kami diminta untuk menguji dan dilakukan pengujian (namanya Uji Tekan Uji Tarik) untuk membuktikan bahwa besi ini benar sesuai yang kita minta dalam Speck.
“Waktu dilakukan pengujian ternyata diameter besi tidak masalah, ada kurang sedikit sekian 0,1 persen, hanya beratnya berkurang. Misal, satu meter besi ukuran 13 di sertifkat 20 gram, ternyata setelah ditimbang hanya 19 gram. Terjadi perdebatan kita dengan PT PP, dia mau dibayar sesuai dengan sertifikat, tetapi kita mau bayar sesuai berat yang ada di lapangan, dan tidak terjadi kesepakatan,” ujar Caco.
“Sehingga kembali ke hukum kontrak, apa yang kita lakukan kita sudah ke BPKP, rapat dengan tim pendampingan tadi dengan ahli, kemudian terakhir kita menyurat ke LKPP, dan di balas oleh LKPP bahwa untuk persoalan kita ini yang menjadi rujukan adalah berat Aktual, berdasarkan yang diukur dan yang ditimbang (Namanya Berat Aktual), Perdebatan ini selesai sehingga mereka PP menerima sesuai dengan hukum kontrak,” katanya menambahkan.
Menyangkut soal progres pekerjaan proyek Masjid Raya Prov Sulteng, per minggu ketiga bulan Januari 2025, progres pekerjaan sudah berada diangka 67 persen realisasi pekerjaan.
Tetapi ada beberapa perubahan yang kami sudah setujui, itu sudah dikerja, tetapi belum bisa masuk dalam hitungan progres karena belum dilakukan Addendum. penghitungan itu dilakukan baru setelah dilakukan perubahan Addendum kontrak, sehingga baru bisa disampaikan progresnya.
“Terlepas dari target yang ada, kalaupun terjadi keterlambatan kembali ke aturan kontrak. Kami kaji kembali lagi, keterlambatannya karena apa, kalau keterlambatan memang dari penyedia, maka tidak berikan perpanjangan. Dalam kontrak diatur, sampai batas akhir kontrak penyedia masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan perlakuan DENDA,” pungkasnya.zal