PALU, FILESULAWESI.COM – Pemerintah Kota Palu memiliki alas hak hukum berupa sertifikat lahan HGB yang diserahkan oleh Lembah Palu Nagaya, dilokasi sebelum pembangunan Hunian Tetap (Huntap) I (sekitar tahun 2019) kelurahan Tondo, Kota Palu.
BACA JUGA: Gubernur dan Wakil Gubernur Sulteng Wawancarai Langsung Pejabat PTP
Beberapa warga Kota Palu di lokasi lahan pembangunan Huntap I di kelurahan Tondo saat ini, dan kini sudah ditempati atau dihuni oleh warga penyintas, mengakui pula memiliki alas hak berupa sertifikat lahan diatas sertifikat lahan HGB, yang diterbitkan oleh BPN Kota Palu.
Singkat cerita, lalu bagaimana krononologi sampai terjadi upaya hukum adanya tumpang tindih sertifikat dilokasi Huntap I kelurahan Tondo.
BACA JUGA: Pemrov Sulteng Resmi Perpanjang Kerjasama dengan Maskapai Sriwijaya Air
Kepala Bagian (Kabag) Hukum Setda Kota Palu Mohammad Affan, SH, dalam keterangan resminya kepada awak media ini, ada beberapa poin dari kronologi permasalahan sehingga terciptanya kegaduhan tumpang tindih sertifkat tersebut.
Pertama-tama ia menguraikan, bahwa Tanah Huntap satu itu memang adalah bekas Eks lahan HGB Lembah Palu Nagaya yang telah dialihkan beberapa hektar untuk pembangunan Huntap yang dikenal dengan Huntap I Tondo.
Pada saat terjadi pembangunan Huntap sekitar tahun 2019, disitu ada Klaim dari masyarakat (kepemilikan lahan). Dimana pada proses pembangunan Huntap, maka dilakukan pembatalan oleh BPN (BPN melakukan pembatalan semua sertifikat diatas HGB yang mereka terbitkan sendiri). Akan tetapi warga sebagai pemilik sertifikat merasa bahwa mereka punya hak.
“Ada sertifikat diatas sertifikat (lahan HGB). Itulah yang perlu dijelaskan oleh BPN. Kami tidak bisa menjelaskan karena produk sertifikat adalah produk dari BPN,” kata Mohammad Affan kepada Filesulawesi.com, saat ditemui langsung di ruangannya, Selasa (29/4/2025) siang.
“Duluan sertifikat HGB Lembah Palu Nagaya ditertibkan baru kemudian menyusul sertifikat lahan masyarakat,” katanya menambahkan.
Kemudian, ia sambung jelaskan, lalu bagaiman terbit dua sertifikat secara sistimatis. Secara sayarat dan mekanisme itu kami tidak tahu, karena itu sangat jelas menjadi kewenangan dari BPN Kota Palu.
Berkenan dengan terbitnya sertfikat diatas lahan HGB Lembah Palu Nagaya yang dimohon oleh orang-orang yang merasa membeli tanah dari warga setempat, tentu BPN punya database sehingga tidak terjadi tumpang tindih yang ada sampai sekarang ini.
Proses pembatalan sertifikat lahan warga yang dimohonkan oleh pemerintah kota Palu ketika itu dan telah dilakukan oleh BPN (tahun 2019 sebelum pembangunan HUNTAP). Maka pemilik lahan melakukan upaya hukum dengan melakukan uji kepemilikan sertifikat di PTUN.
“Di PTUN itu keluar putusan bahwa dimenangkan oleh pemilik sertifikat sekitar tahun 2020. Maka pada saat itu juga, dilakukan banding KASASI oleh BPN Kota Palu untuk melakukan proses hukum lagi,” urainya.
“Upaya hukum banding KASASI itu, kami pemerintah melakukan intervensi bersamaan dengan itu. Pemerintah Kota Palu melakukan intervensi terhadap proses KASASI ke pengadilan Mahkamah Agung untuk Putusan PTUN,” sambung dia yang pernah jabat Kabid Pertanahan di Dinas Tata Ruang Kota Palu.
“Kekalahan BPN atas hasil Putusan di PTUN oleh penggugat dalam hal ini warga pemilik sertifikat, hanya BPN yang tahu dimana kesalahan administrasi yang dia lakukan sehingga kalah,” katanya.
Selanjutnya, Pada saat banding KASASI, hasil putusannya tetap dikuatkan dengan hasil putusan pertama dari PTUN (dimana menang lagi pemilik lahan). Maka mekanisme pembatalan sertifikat tidak bisa dibatalkan karena sah dan sudah sesuai dengan prosedur.
Intervensi Pemkot Palu ini berkenaan dengan penerbitan sertifikat karena pemerintah menganggap, pemerintah punya kewenangan juga menggunakan pembangunan Huntap Tondo satu untuk masyarakat terdampak bencana.
“Bergulirlah proses itu. Mereka (pemilik lahan) meminta konpensasi dalam bentuk ganti rugi kepada pemerintah. Pada saat itu mereka mengajukan ke Pengadilan Negeri (PN) sekitar tahun 2022. Hasil Putusannya NO, artinya Gugatan oleh pemohon tidak diterima. Berdasarkan hukum fakta persidangan, gugatan mereka tidak diterima karena pemerintah juga punya bukti kepemilikan penyerahan dari Lembah Palu Nagaya,” ungkap Affan.
“Makanya pemerintah dalam hal ini punya bukti juga dalam pengusaan lahan tersebut, berdasarkan penyerahan dari Lahan HGB Palu Lembah Nagaya,” ungkapnya Affan kembali.
Olehnya berdasarkan kekuatan hukum tadi, maka pemerintah kota Palu menganggap lahan dilokasi yang telah dibangun Huntap I kelurahan Tondo, merupakan lahan milik pemerintah kota Palu. Sampai benar-benar adanya putusan yang mengatakan bahwa itu bukan tercatat diluar dari penguasaan hak pemerintah kota Palu.
“Sampai sekarang belum ada putusan, makanya kami menyampaikan kepada pemilik lahan untuk melakukan upaya hukum baru lagi, untuk melakukan lagi upaya gugatan hukum baru terhadap masalah ini. Tetapi mereka tidak mau dan hanya melakukan somasi,” pungkasnya.zal