PALU, FISULAWESI.COM – Masih segar dalam ingatan warga kota Palu terkait dengan bencana alam maha besar yang melanda kota Palu 28 September 2018 silam.
BACA JUGA: Ridha Saleh: Satgas PKA Sulteng Harus Fokus dan Punya Target
Bencana alam tersebut berupa Gempa 7,4 SR, gelombang Tsunami yang meluluhlantahkan di sepanjang wilayah Pantai teluk Palu dan Likuefaksi (tanah bergerak) di kelurahan Balaroa dan kelurahan Petobo.
Sejak 6 tahun pasca bencana alam maha besar tersebut, status hak atas tanah kepemilikan warga (hak keperdataan) khususnya di kelurahan Balaroa dan kelurahan Petobo yang terdampak Lukuefaksi, menjadi tanda tanya besar oleh warga setempat.
BACA JUGA: Satgas Madago Raya Ajak Warga Desa Tolai Jaga Kamtibmas
Menyikapi hal tersebut, Badan Pertanahan Nasional (BPN)/Kantor Pertanahan Kota Palu melalui Kepala Seksi (Kasi) Penetapan Hak dan Pendaftaran Dr. Syariatudin, S.SiT, M.AP, memberikan keterangan resmi sekaitan dengan status lahan warga yang berdampak Likuefaksi di dua kelurahan tersebut.
Dr Syariatudin ungkapkan, pertama-tama ialah yang perlu diketahui bahwa Kementerian ATR/BPN dalam melaksanakan tugasnya berpedoman pada beberapa regulasi antara lain mempertimbangkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 3 Tahun 2024 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 17 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Penetapan Tanah Musnah. Namun untuk regulasi ini tidak relevan dengan Likuefaksi.
Berkaitan dengan Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 17 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Penetapan Tanah Musnah relevan mengatur tanah yang musnah di area Pantai yang musnah karena dampak dari Tsunami.
Untuk itu, yang perlu dilakukan Pemerintah Kota Palu antara lain konsultasi publik kepada masyarakat luas dan para ahli dalam mencari solusi alternatif mengatur lahan/tanah bekas Likuefaksi tersebut.
Juga perlu dilakukan kajian detail terhadap tanah bekas Likuefaksi tersebut untuk dituangkan dalam Peraturan Wali Kota (Perwali) maupun Peraturan Daerah (Perda), terkait rencana detail Tata Ruang Kota bahkan jika perlu rencana zonasi pemanfaatannya di dua lokasi tersebut.
“Untuk lebih jelasnya sekaitan dengan progres pembahasan secara detail tanah bekas Likuefaksi tersebut menjadi wewenang dari Pemerintah Kota Palu,” kata Dr Syariatudin, kepada Filesulawesi.com, Selasa (8/4/2025).
“Sampai saat ini belum ada informasi sekaitan dengan Regulasi pemanfaatan Eks Lahan/tanah bekas Likuefaksi,” katanya menambahkan.
Kemudian, lanjut dia, bahwa sembari menunggu regulasi atau aturan yang mengikat, maka status lahan di dua kelurahan terdampak tersebut berstatus QUO.
“Status QUO artinya kita tidak memberikan hak baru tetapi sertifikat hak kepemilikan (Keperdataan) yang sudah terbit sebelum Likuefaksi tidak kita hapuskan hak keperdataannya,” urainya.
Olehnya, ia menekankan pula, dengan berstatus sebagai lahan/tanah QUO, maka lokasi Likuefaksi tersebut tidak diperkenankan atau sudah tidak dimungkinkan dijadikan tempat permukiman warga.zal