PALU, FILESULAWESI.COM – Dugaan terhadap upaya Pelaku usaha tambang pasir dan batu nakal yang mengeruk di sekitar bantaran sungai TADA yang masuk kategori larangan, telah menimbulkan dampak negatif bagi warga setempat.
BACA JUGA: Proyek Ratusan Miliar Pembangunan Masjid Raya Sulteng Diduga Terancam Molor Lagi
Jika ini dibiarkan, Dampak penambangan pasir bisa Merusak lingkungan, seperti: Erosi dan runtuhnya tanah pinggiran sungai, Pencemaran air, udara, dan tanah, Kerusakan lahan, Gangguan flora dan fauna, Gangguan kesehatan dan keamanan penduduk, serta Potensi terjadinya banjir.
Disisi lain, bisa mengakibatkan kerusakan infrastruktur yakni Kondisi kerja yang buruk bagi pekerja, Terbatasnya akses terhadap air, serta Kerugian pertanian.
BACA JUGA: Diduga ada Upaya Mengkaburkan Tempat Kematian Situr Wijaya di Hotel D’Paragon Kebun Jeruk
Hal ini dibenarkan Kepala Desa Sinei, Fahmi Yahya, saat dihubungi Tim Media hari ini, Kamis (17/4/2025) siang.
Menurutnya, dampak penambangan pasir yang beroperasi tidak jauh dari bendungan irigasi Tada di Desa Silutung, Kecamatan Tinombo Selatan, Parigi Moutong, membuat suplay air ke persawahan berkurang drastis di wilayahnya.
“Sudah ada dampak dari pengerukan itu, air jadi berkurang, mungkin akibat itu,” ungkap Kades.
Kades menyebut sedang mempertimbangkan untuk berkoordinasi dengan aparat hukum. Namun terlebih dahulu akan berkomunikasi dengan sesama kepala desa yang terdampak aktivitas pengerukan pasir.
“Kami akan komunikasi dulu, karena di daerah irigasi Tada ini, ada 10 desa,” ujar Fahmi.
Dia menambahkan selaku kepala desa akan terus hadir memperjuangkan hak-hak masyarakat, terlebih terkait keberlangsungan pertanian yang menjadi salah satu mata pencaharian di Desa Siney.
“Kami juga khawatir dampak dari pengerukan ini,” tandas Fahmi.
Terpisah, Kepala Desa Silutung, Adnan, akui kalau kegiatan penambangan pasir dan batu di bantaran sungai Tada telah ia keluarkan izinnya.
Hanya saja, sekaitan dengan soal (“Kontribusi”) yang diberikan kepada Kepala Desa dari pelaku tambang tersebut tidak ada satu persen pun masuk kantong pribadinya.
“Kalau saya beri izin benar tetapi kalau dikasih kontribusi tidak ada sama saya, Tanya saja ke Pemda,” ungkap Kades Silutung.
Diakuinya pula, kegiatan operasi yang diduga melanggar ketentuan menambang diatas 1 kilometer bagian hulu dan 500 meter bagian hulu, tak diindahkan oleh pelaku tambang tersebut.
“Dorang kerja tidak ada hitung permeter barangkali cuman 25 meter keatas,” bebernya.
Olehnya, ia tekankan, selaku Kepala Desa tak bisa berbuat apa-apa untuk memberhentikan kegiatan operasi nambang pasir di bantaran sungai TADA.
Namun, jika ada kesepakatan dari seluruh Kepala Desa disekitar pemanfaatan bendungan air dari Sungai Tada, meminta untuk diberhentikan, tentu ia akan ikuti amini pula.
“Saya kembalikan ke teman-teman yang di daerah dialiri sungai. Kalau saya ini ikut arus saja, kalau teman-teman bilang diberhentikan, diberhentikan saja. Tapi, jangan cuman saya, persoalannya daerah sawah bukan hanya wilayah Silutung, harus sama-sama berkomitmen,” tegas Kades SILUTUNG, Adnan.
Sementara itu, Kapala Desa Tada, Hamka membenarkan adanya tambang pasir ilegal yang ada di Desa Tada. Hanya menurutnya katanya penambang tersebut memiliki izin tetapi ada kejanggalan karena cuman 20 meter dari bantaran sungai dan bendungan.
“Kami ini sebagai kepala Desa mengikuti arus masyarakat saja, jika itu menentang kami juga ikut tanpa adanya campur tangan ke pihak penambang. Jika mereka bilang diberhentikan maka kami ikut memberhentikan. Terus terang saya juga merupakan salah satu Kades yang memberikan izin tetapi tidak ada kontribusinya kepada Desa,” tegasnya.
Pihaknya mengatakan bahwa untuk penambang tersebut cuman pemda yang bermain, makanya tanyakan langsung kepada mereka tentang adanya penambang pasir ilegal tersebut.(***/TIM)